Professor Jane Plant adalah seorang
geologist, yang menrupakan survivor kanker payudara stadium lanjut.
Bukunya yang berjudul ‘Your Live In Your Hands’ merupakan buku yang
menjadi international bestseller. Dalam buku itu kita bisa membaca
mengenai perjalanan dan perjuangan beliau dalam menghadapi penyakit itu.
Karena beliau adalah seorang yang ilmiah, buku ini secara lengkap
menguraikan tahapan pengobatan termasuk analisisnya mengenai sel kanker
tersebut.
Tentunya selain dari pengalaman pribadi,
beliau juga merujuk kepada pakar-pakar pengobatan dan juga pengamatan
beliau selama menjelajah bumi sebagai ahli geologi. Faktor Makanan,
tulah yang beliau temukan, yang menjadi faktor utama mempengaruhi
pertumbuhan sel kanker. Dalam kajiannya dia menjelaskan bahwa gaya hidup
barat yang menkonsumsi makanan serba instan dan juga mengkonsumsi lebih
banyak susu dan produk olahannya mempengaruhi tingginya kasus kanker.
Sementara itu di negara-negara di mana masyarakatnya banyak mengkonsumsi
sayuran/buah dan bahan-bahan alami ditemukan lebih sedikit kasus
kanker.
Faktor Gaya Hidup
Penyakit ini boleh dikatakan tidak terdapat di
seluruh negeri Cina.Hanya 10.000 wanita di Cina wafat karena penyakit
ini, dibandingkan dengan persentase menakutkan bahwa satu di antara 12
wanita di Inggris meninggal dunia karena penyakit ini. Bahkan angka ini
lebih mengerikan lagi dan menjadi rata-rata satu di antara 10 wanita di
sebagian besar negara-negara Barat. Hal ini bukanlah karena Cina
merupakan negeri yang lebih bersifat pedesaan, dan tidak banyak terkena
polusi perkotaan. Di daerah Hong Kong yang padat, persentase meningkat
menjadi 34 di antara 10.000 wanita, namun toh masih jauh lebih sedikit
daripada di Barat.
Kota-kota
Hiroshima dan Nagasaki di Jepang juga memiliki persentase yang hampir
sama dengan Cina. Padahal kedua kota ini telah diserang dengan senjata
nuklir, sehingga selain kanker yang berhubungan dengan polusi, kita
dapat memperkirakan adanya kasus-kasus kanker yang terkait dengan
radiasi.
Kesimpulan
yang dapat kita peroleh dari statistik ini sungguh mengejutkan. Apabila
seorang wanita Barat pindah ke kota industri Hiroshima yang terkena
radiasi, resiko terkena kanker payudara ini dapat menjadi satu
berbanding dua. Tentu saja hal ini tidak masuk akal. Saya merasa yakin
bahwa ada sebuah faktor gaya hidup yang bukan terkait dengan polusi,
urbanisasi atau lingkungan hidup yang nyata-nyata telah meningkatkan
kemungkinan wanita Barat terkena kanker payudara.
Saya
kemudian menemukan bahwa penyebab perbedaan besar dalam persentase
kanker payudara antara negara-negara Timur dan Barat bukanlah karena
faktor genetika. Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa apabila orang Cina
atau Jepang pindah ke Barat, dalam satu atau dua generasi persentase
kanker payudara mereka mendekati persentase dari penduduk negara di mana
mereka tinggal.
Hal yang sama terjadi apabila orang-orang Timur
sepenuhnya meniru gaya hidup Barat di Hong Kong. Sesungguhnya, nama
populer yang disebutkan orang di Cina bagi kanker payudara adalah
‘Penyakit Wanita Kaya’. Ini disebabkan bahwa di Cina, hanya orang-orang
kaya yang dapat menikmati apa yang disebut sebagai ‘Makanan Hong Kong.
Orang-orang
Cina menggambarkan semua makanan Barat, termasuk semua kudapan dari es
krim dan coklat sampai spaghetti dan keju, sebagai ‘Makanan Hong Kong’
karena hanya terdapat di bekas koloni Inggris dan dulu jarang ada di
daratan Cina.
Jadi sungguh masuk akal bagi saya bahwa
apa yang menyebabkan kanker payudara saya ini dan banyaknya penderita
penyakit tersebut di negara saya hampir dipastikan berasal dari sesuatu
yang berhubungan dengan gaya hidup Barat kita, dari kalangan menengah
yang lebih baik. Angka ini juga besar bagi para pria di sini. Saya telah
mengamati dalam penelitian saya bahwa banyak data tentang kanker
prostat juga sampai pada kesimpulan yang sama.
Tidak Mengkonsumsi Produk Susu
Menurut angka dari WHO, jumlah pria yang
terkena kanker prostat di Cina pedesaan hampir tidak ada, hanya 0,5
pria di antara 100.000. Namun demikian di Inggris, Skotlandia dan Wales ,
angka ini 70 kali lebih tinggi. Seperti kanker payudara, penyakit ini
merupakan penyakit kalangan menengah dan terutama menyerang
kelompok-kelompok sosial yang lebih kaya dan mempunyai kehidupan
sosial-ekonomi yang lebih tinggi, yaitu mereka yang dapat menikmati
makanan yang bergizi tinggi. Saya teringat berkata kepada suami saya,
“Ayo Peter, kamu baru saja pulang dari Cina. Apa sih gaya hidup Cina
yang sangat berbeda dengan kita?”
“Mengapa mereka tidak terkena kanker payudara?”
Kami memutuskan untuk menggunakan latar
belakang ilmu kami bersama-sama dan melakukan pendekatan dengan logika.
Kami memeriksa data ilmiah yang mengarahkan kami pada kandungan lemak
dalam makanan. Para peneliti pada tahun 1980-an telah menemukan bahwa
hanya 14% kalori di hidangan Cina terdiri atas lemak, dibandingkan
dengan hampir 36% di Barat.
Tetapi makanan yang telah saya makan
selama bertahun-tahun sebelum terkena kanker payudara ini sangat rendah
lemak dan berserat tinggi. Selain itu, sebagai ilmuwan saya tahu bahwa
asupan lemak pada orang dewasa tidak menunjukkan peningkatan resiko
kanker payudara dalam sebagian besar investigasi yang telah dilakukan
pada kelompok-kelompok besar wanita selama dua belas tahun.
Lalu pada suatu hari sesuatu yang agak
istimewa terjadi. Peter dan saya telah bekerja sama begitu erat selama
bertahun-tahun lamanya sehingga saya tidak yakin siapa di antara kami
berdua yang berkata terlebih dahulu: “Orang-orang Cina tidak makan
produk dari susu!”
Sulit untuk menjelaskan kepada orang
yang bukan ilmuwan terjadinya ‘dentingan’ pikiran dan perasaan yang
mendadak ketika menyadari bahwa pikiran kita terbuka pada sesuatu hal
yang penting. Rasanya seperti ada banyak potongan gambar di dalam otak
kita dan tiba-tiba, dalam beberapa detik, semua teka-teki ini terangkai
dengan baik sehingga membentuk gambar yang jelas.
Tiba-tiba saya teringat kembali betapa
banyak orang Cina yang tidak dapat mencernakan susu dengan baik, betapa
orang-orang Cina yang bekerja dengan saya selalu berkata bahwa susu
hanya untuk bayi, dan bagaimana salah seorang sahabat karib saya, yang
keturunan Cina, dengan sopan selalu menolak keju pada saat jamuan malam.
Saya tahu bahwa tak ada orang Cina yang
hidup secara tradisional, yang menggunakan susu sapi atau produk dari
susu untuk memberi makan kepada bayinya. Dalam adat istiadat mereka,
mereka menggunakan inang untuk menyusui tetapi tidak pernah produk dari
susu. Dan, secara budaya, orang-orang Cina menganggap gaya Barat kita
yang sangat menyukai susu dan produk dari susu sebagai sesuatu yang
sangat aneh. Saya teringat ketika menjamu sebuah delegasi besar ilmuwan
Cina tidak lama setelah berakhirnya Revolusi Budaya di Cina pada tahun
1980-an.
Atas nasihat Biro Luar Negeri, kami
telah meminta kepada perusahaan jasa boga untuk menyediakan puding yang
mengandung banyak es krim. Setelah menanyakan dari apa puding itu
dibuat, semua ilmuwan Cina itu, termasuk interpreter, dengan sopan namun
tegas menolak untuk memakannya, dan mereka tidak dapat dibujuk untuk
mengubah pikiran mereka. Pada waktu itu kami semua senang dan menikmati
porsi tambahan!
Saya menemukan bahwa susu adalah
salah satu penyebab umum alergi makanan. Sekitar 70% penduduk dunia
tidak dapat mencernakan gula susu, Laktosa, sehingga para ahli gizi
berpendapat bahwa kondisi ini normal bagi orang dewasa, dan bukan
merupakan sebuah Deficiency (kekurangan) . Mungkin alam berusaha
mengatakan kepada kita bahwa kita telah mengkonsumsi makanan yang salah.
Menghentikan Produk Susu
Sebelum saya terkena kanker payudara
untuk pertama kali, saya telah makan banyak produk dari susu, seperti
susu tanpa lemak, keju rendah lemak dan yoghurt. Saya menggunakannya
sebagai sumber protein saya yang utama. Saya juga makan daging cincang
sapi yang tidak berlemak, yang sekarang baru saya sadari mungkin sering
berasal dari sapi perah.
Agar dapat mengatasi kemoterapi untuk
tonjolan kanker saya yang kelima ini, saya telah makan yoghurt organik
agar alat-alat pencernaan saya dapat pulih kembali dan mengembalikan
bakteri-bakteri ‘yang baik’ ke dalam usus saya.
Baru-baru
ini, saya menemukan bahwa pada tahun 1989 yang lalu, yoghurt telah
terlibat dalam kanker ovarium (indung telur). Dr. Daniel Cramer dari
University of Harvard telah meneliti ratusan wanita penderita kanker
indung telur dan telah mencatat dengan rinci apa yang biasa mereka
makan. Coba saya tahu tentang hal ini ketika ia pertama kali
menemukannya.
Mengikuti nasihat Peter dan pendapat
saya tentang makanan Cina, saya memutuskan untuk tidak saja menghentikan
yoghurt tetapi semua produk dari susu, saat ini juga. Keju, mentega dan
yoghurt serta semua makanan yang mengandung susu saya buang ke sampah.
Betapa mengherankan bahwa begitu banyak produk termasuk sup buatan,
biskuit dan kue mengandung susu. Bahkan banyak merk margarin yang dijual
dengan bahan dari minyak kedelai, minyak bunga matahari atau minyak
zaitun dapat mengandung produk susu. Oleh karena itu saya kemudian
membaca semua kandungan yang tercetak di label-label makanan.
Sampai saat itu, saya setia mengukur
perkembangan tonjolan kanker saya yang kelima ini dengan alat pengukur
dan mencatat hasilnya. Meskipun para dokter dan suster banyak memberi
semangat dan berkata positif kepada saya, pengamatan saya sendiri
mengungkapkan kenyataan yang pahit. Seri kemoterapi saya yang pertama
untuk tonjolan kelima ini tidak berhasil tonjolan itu tetap sama.
Kemudian saya menghapuskan produk-produk dari susu. Beberapa hari
kemudian tonjolan itu mulai mengecil.
Sekitar dua minggu setelah seri
kemoterapi saya yang kedua dan seminggu setelah tidak mengkonsumsi
produk dari susu, tonjolan di leher saya mulai terasa gatal. Kemudian
tonjolan itu melunak dan mengecil. Garis di alat pengukur, yang tadinya
tidak menunjukkan perubahan, sekarang menunjuk ke bawah setelah tumor
itu menjadi kecil dan mengecil lagi.
Dan secara signifikan, saya mencatat
bahwa daripada menurun secara perlahan-lahan (membentuk curve yang
halus) seperti biasanya terjadi pada kanker, tumor yang mengecil ini
digambarkan seperti garis lurus yang menuju ke bagian bawah alat
pengukur, yang menggambarkan penyembuhan, bukan pembasmian (atau
pengurangan